Angkot yang kutumpangi berjalan perlahan melintasi kota Malang yang dingin. Kurasakan dingin menggigit tulang, kurapatkan mantelku menghindari hembusan angin dari sisi jendela angkot. Rupanya hujan deras semalam masih menyisakan sedikt gerimis dipagi ini. Duduk dibagian depan sengaja kupilih, karena Aku bisa leluasa memandang jalanan dan hiruk pikuk kota yang sudah membuatku jatuh cinta. Melewati jalan Ahmad Yani Malang, tiba tiba mataku melihat sebuah klinik di bahu kiri jalan, klinik bersama beberapa dokter specialist, dan segera minta sang sopir berhenti. Aku segera turun dan memasuki klinik yang terlihat cukup bonafide. Tanpa menimbang isi dompet dan memperkirakan berapa tarif dokternya, Aku memasuki klinik tersebut. Mungkin karena sudah tak sanggup lagi menahan sesak nafas dan rasa seperti ada yang mengganjal di bagian lambungku, Aku tak peduli apa yang terjadi nanti. Kalau tak mampu bayar, KTPku siap untuk kutinggalkan.
Seorang perawat tersenyum ramah menanyakan apa keluhanku,dan menginformasikan Dokter yang praktek malam hingga pagi ini hanya seorang dokter umum. Bersyukur Aku dengan info ini, kalau saja dokter specialist, dapat kupastikan Isi dompetku yang hanya tinggal duapuluh lima ribu saat itu tak akan cukup menebus obat berikut membayar sang Dokter.
Memasuki ruang Dokter...
Dokter Hartanto, nama itu tertera pada papan nama kecil yang ada di meja. Usia kuperkirakan hampir enampuluh tahun, Uban sudah menjalar hampir di seluruh kepalanya. Dan kacamata yang bentuknya pas dengan wajah kalem sang Doker.
Saat sedang asyik dengan hiruk pikuk hatiku, Suara ramah Dokter di depanku menyadarkanku. Dipersilahkannya Aku duduk dan Dr. Hartanto mulai menanyakan Nama dan usiaku,mencatatnya di buku khusus daftar pasien. Setelah mendapatkan jawaban apa yang Aku keluhkan, Dr. Hartanto mempersilahkan Aku berbaring d tempat tidur beralaskan sprei putih bersih untuk diperiksa. Sepanjang memeriksaku dengan seksama dan teliti, Dr. Hartanto menanyakan ini dan itu, hal hal yang ringan dan guyonannya yang cukup menghibur. Aku jadi lebih rileks dan untuk sementara melupakan berapa biaya yang akan aku keluarkan untuk membayarnya.
"Sudah berapa lama sesak nafasnya?"
"3 hari ini Dok.."jawabku
"Punya masalah yang serius ya? Sampai lupa makan, fikiran terforsir,hingga lambungmu bengkak begini,mual juga?" Tanyanya
Aku hanya menggeleng sambil meringis kesakitan, karena bersamaan perut bagian atasku ditekannya dengan perlahan.
"Sudah,silahkan duduk dulu,Saya jelaskan diagnosanya ya.."
"Berapa usianya tadi?,duapuluh dua ya,Saya kira Kamu baru lulus SMA" candanya
"Dokter bisa saja..."jawabku malu
"Begini, hasil pemeriksaan Saya tadi,kemungkinan Kamu terkena infeksi lambung atau bahkan thyphus,perlu pemeriksaan lebih lanjut,jadi harus segera cek darah ya,tidak bisa ditunda lagi,mulai nanti malam puasa, jangan makan minum dari jam sepuluh malam sampai besok pagi saat sample darah diambil"
"Emmm..maaf Dok,tidak bisakah langsung diberi obat saja?, keluhan Saya kan hanya sesak nafas, badan Saya juga tidak demam layaknya orang sakit thypus,Saya...."
"Kamu kenapa? anak kost?tak punya uang?" pertanyaannya mengagetkanku. Dan Aku tak mampu menjawabnya, bagaimana Dokter di depanku bisa tahu apa yang ada dalam pikiranku.
"Untuk sementara Saya tak bisa memberimu obat,tunggu hasil lab dulu" Kata Dokter sambil meletakkan kacamatanya di meja dan menatapku sejenak.
"ehm..kalau boleh Saya jujur, saat Kamu masuk tadi, wajahmu mengingatkanku pada seseorang, Kamu mirip dengan gadis di cinta pertama saya dulu " jelasnya sambil tersenyum. Aku tak menjawabnya, bukan karena tak tertarik dengan kisah cinta si Dokter. Tapi pikiranku carut marut dengan sakitku. Siapa yang merawatku ? Aku jauh dari rumah dan keluarga, dan yang terpenting adalah darimana Aku dapat uang untuk membiayai pengobatan ini. Perusahaan tak ada perjanjian untuk biaya pengobatan karyawannya.
"Well Enny, whats going on with you? sepertinya masalah yang Kamu hadapi begitu berat. Percayalah Ini semua bukanlah kebetulan, Saya yakin Tuhan sudah merencanakan pertemuan Kita ini, Kamu jadi pasien Saya dan Saya akan berusaha membantumu,sakitmu ini bukan hanya keletihan dan pola makan yang tidak tepat,tetapi juga karena beban psikologimu"
Aku masih terpana dan terbengong bengong dengan semua ucapan Dr. Hartanto.
"Tidak perlu Kamu menjawab pertanyaan Saya,cukup jawab jujur di hati kecilmu. Kamu tertekan dengan perjodohan yang diinginkan oleh Ibumu bukan?"
Tenggorokanku terasa tercekat. Dan Aku tak mampu menjawabnya.
Dr. Hartanto tersenyum, layaknya senyum seorang Bapak yang menenangkan kegelisahan putrinya.
"Kamu hanya butuh keberanian untuk berkata tidak dan menolaknya,ini masa depanmu. Kalau Kamu tidak mencintainya maka jangan Kamu lanjutkan. Tolak dengan tidak mengindahkan kepatuhan rasa hormat dan baktimu terhadap Ibumu. Kamu masih sangat muda,temukan cinta yang mampu gairahkan hidupmu dan mampu membahagiakanmu. Oke En ?..sekarang silahkan istirahat di rumah, besok malam kembali lagi kesini dan bawa hasil lab test darahmu,tak perlu Kamu membayar untuk hari ini "
Aku masih tak mampu berkata kata,Dokter membuka pintu ruang prakteknya,sambil menuntunku keluar. Pikiranku berkecamuk,bagaimana Dokter bisa tahu apa yang terjadi denganku? dan tahu bahwa Aku anak kost ?. Mungkin tampangku sangat jelas terlihat seperti anak kost.
Aku hanya mampu ucapkan "Terima kasih Dok..."dan pulang membatalkan niat untuk berangkat kerja.
Malam 1993
Pukul 20.30 WIB,Aku berangkat ke klinik akan menunjukkan hasil Lab tadi pagi. Setelah ijin dengan Bapak kost bahwa kemungkinan Aku baru sampai tempat kost lebih dari jam sepuluh malam. Aku segera berangkat, sendiri menembus dinginnya kota Malang. Kurasakan tubuhku mulai panas menggigil, pusing dan mual. Dr. Hartanto praktek dari jam 21.00, hingga pagi. Pasien Dr. Hartanto ternyata tidaklah sedikit, Aku mendapatkan urutan nomer 7. Sambil menonton tv yang disediakan klinik, Aku mendengar perbincangan para pasien.
Perbincangan yang merujuk akan kebaikan hati Sang Dokter bila pasien, kepekaan hati dan sikap empatinya, sangat membantu pada proses kesembuhan pasien. Terutama dalam hal mendengar berbagai keluhan pasien. Dr. Hartono akan mendengarkan dengan kesungguhan hati. Menjelaskan rinci apa yang terjadi dalam tubuh pasien dengan penyakit yang diderita pasien. Ini yang menyebabkan antrian yang cukup lama. Namun pasien satu sama lain menjadi mahfum bila satu pasien bisa hampir empatpuluh lima menit di dalam ruangan untuk berkonsultasi.
Tiba giliranku,Aku memasuki ruangan,senyum Dokter mengembang..
"Bagaimana En?,hari ini BABmu pasti sudah bercampur darah.."
"Iya Dok,kok Dokter bisa tahu ya?, Saya baru saja mau keluhkan itu.." kataku sambil menyodorkan amplop putih berisi hasil Lab cek darahku tadi pagi.
"Saya sudah lebih dari tigapuluh tahun jadi Dokter En,bagaimana mungkin tak tahu apa yang terjadi pada pasien Saya.." jawabnya dan berhenti sejenak membaca isi amplop yang Aku berikan.
"Hasilnya persis dengan dugaan Saya, Kamu terkena thyphus dan harus segera diopname"
"Apa?opname Dok? kalau rawat jalan masih bisa kan Dok.." tanyaku, suaraku terdengar panik.
"Bisa saja, tapi beresiko bila Kamu tak disiplin. Harus total istirahat,jangan beraktifitas, makan bubur halus, jangan makan yang masam dan pedas. Yang paling penting, pikiran harus tenang, bisa??" tanya Dokter dengan suara tegas sambil menatapku tajam, sejenak kemudian dia menuliskan resep disecarik kertas putih. Aku menghela nafas panjang
"Pulang ke rumah adalah keputusan yang terbaik,"
"Pulang ya..." ucapku yang lebih kutujukan pada diriku sendiri. Bisa kubayangkan Aku tak akan bisa tenang di rumahku sendiri, saat ini hubunganku dengan Ibuku tidaklah baik. Dan urusan perjodohan akan terus berkumandang seantero rumah, tak peduli Aku sedang sakit sekalipun, tapi disini siapa yang merawatku, memasak bubur untukku ,mencuci bajuku...Tuhan,kenapa ruwet begini.
"Ini resep obat yang harus Kamu minum, semua harus diminum 3x sehari. Tiga hari lagi Kamu kontrol kesini, dan ini surat keterangan istirahat sakit untuk tempatmu bekarja" kata Dr. Hartanto sambil berdiri. Tangannya membuka laci mejanya.
"Berapa Dok...? tanyaku pada Dokter sambil membuka dompetku dan berniat membayarnya. Tapi Dr. Hartanto tak menjawab pertanyaanku. Dikeluarkannya amplop putih dari laci meja kerjanya, sambil berjalan ke arah tempatku duduk, diberikannya amplop itu padaku.
"Terimalah, ini untuk membeli obat yang harus Kamu minum. Tak usah Kamu membayarku, ijinkan Saya membantumu, karena Kamu memang perlu dibantu. Pintu Saya selalu terbuka buatmu, kalau Kamu sudah siap untuk menceritakan masalahmu. Saya bukan dukun En, Saya asli seorang Dokter. Hanya Allah memberikan kelebihan khusus buat Saya,untuk bisa membaca aura wajah seseorang. Diammu banyak mengandung tanya dan arti. Dan Saya tahu apa artinya" ucapnya lembut
Mataku berkaca kaca, amplop putih yang akan Aku tolak karena malu, diletakkan dalam genggamanku oleh Dr. Hartanto. Tangan kanannya mengusap kepalaku.
"Segera Kamu tebus obatnya, minum malam ini juga. Ingat ! Mulai besok Kamu hanya boleh makan bubur ". Dibukanya pintu ruangan, dan mengantarku keluar dari tempat prakteknya. Aku berbalik dan mengucapkan berkali kali kata terima kasih.
Dr. Hartanto mengangguk sambil tersenyum
"Semoga lekas sembuh En, 3 hari lagi kembali ke sini ya.." pesannya. Sepanjang jalan tak henti hentinya Aku berucap syukur Alhmdulillah, telah bertemu dengan seorang Dokter yang berhati malaikat. Diantara banyak ujian, Allah masih memberikan pertolonganNya untukku saat dalam kesulitan.
Tiga hari kemudian Aku kembali dalam keadaan yang lebih baik. Meski masih sedikit lemah. Dengan meminjam uang dari seorang teman, Aku bertekad akan membayar Dr. Hartanto, malu kalau digratisin terus.
Kebetulan hari ini pasien Dr. Hartanto tak begitu banyak, Aku mendapatkan nomer urut yang terakhir. Jadi Aku lebih leluasa untuk berbincang dengannya, mencurahkan semua permasalahanku yang di dengarnya dengan seksama. Banyak nasehat yang diberikan Dokter di depanku ini dalam hal kehidupan. Bukan hanya menyembuhkan sakit ragaku tapi juga memberi ketenangan jiwa dengan nasehatnya. Dan inilah penyembuh yang utama dari sakitku. Kali inipun Dr. Hartanto tak mau menerima uang pembayaranku.
"Kamu buat menebus resep yang akan Saya berikan saja, ini untuk masa penyembuhanmu. Tak ada lagi surat istirahat. Kamu tak boleh sendirian. Semakin sendiri, semakin banyak yang Kamu pikirkan. Berkumpul dengan teman bisa menghiburmu. Kuatkan hati dalam menjalani hidup, tak ada masalah yang tak bisa terselesaikan, percayalah Allah selalu bersama orang yang sabar.." nasehat Dr. Hartanto sambil menyerahkan resep padaku.
"Saya yakin Kamu bisa hadapi ini semua.." ucapnya sambil berjabat tangan denganku, jabat tanga yang kurasakan memberi aliran kekuatan untukku.
Terima kasih Dokter, semua kebaikanmu tak akan pernah Aku lupakan. Engkau bukan hanya menjadi tangan Tuhan untuk menyembuhkan pasienmu, tapi sekaligus menjadi pendengar yang baik dan bijak untuk pasienmu.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Giveaway Om Fikri : Terima kasih Dokterku
0 comments:
Post a Comment