"Aku tak suka dengan semua ungkapan temanmu di facebook yang selalu memberimu semangat.."ucapnya datar.
Aku tersenyum...cemburu? lagi?
"Jawaban yang Aku inginkan,bukan senyuman. Jangan pernah lagi Kau jawab comentnya.Dengar dinda...",
Dan mobil tiba-tiba terhenti...belum hilang kekagetanku,wajahku tersentuh dan mata kami saling menatap dekat. Mata belahan jiwaku menatapku tajam
"Aku tak suka"suara baritonnya tegas terdengar.
"Aku cemburu"lanjutnya.
Sanubariku bergetar mendengar suaranya yang tegas,Tuhan...inilah rasa yang Aku rindukan. Bergetar dengan suaranya,berdesir menatap matanya.
Mobil kembali berjalan perlahan,melewati tikungan,Kami terdiam untuk beberapa saat.
Tiba-tiba saja egoku sebagai wanita mandiri yang tak mau terlalu banyak diatur oleh pasangan tanpa alasan yang jelas, menggelegak perlahan.
"Aku belum menjadi milikmu,Aku wanita bebas,apa yang salah dari sebuah kalimat semangat?" protesku.
"Apa yang Kau cari Dinda?,apakah kemandirianmu menjadi sebuah hal penting untuk bisa melawanku,laki laki yang Kau harapkan jadi pendampingmu di sisa hidupmu?" tanyanya.
Aku terkesiap...melawan?
"Tidak,bukan itu maksudku"cetusku jutek.
Mobil berhenti tepat di sebuah cafe kecil di kotaku yang kecil.
"Kita turun disini,Aku tak ingin pulang dengan kemarahan dan masalah ada dipikiranku" .
Tak banyak cakap,Akupun ikut turun dari mobil.
"Kopi capuccino dua ya" pesannya pada seorang pramusaji cafe.
"Kau tau Aku tak suka kopi"sungutku
"Coba saja yang ini,Kau belum pernah kan?" tanyanya.
Tetap saja Aku kesal,buatku kopi adalah kopi. Apapun merknya.
3 menit kemudian,2 cangkir kopi telah terhidang di meja Kami,bukan hitam tapi warna coklat susu. Aroma kopi di depanku mampu menyeruak menyusup dalam lembar sarafku.
Perlahan perintah otak kecilku memerintahkanku untuk segera meraih cangkir kopi tak terelakkan lagi. Aku tak peduli pada senyum tipis belahan jiwaku dari balik secangkir kopi . Aku yakin senyum itu kemenangannya atas sikap antipatiku terhadap kopi. Aroma kopi ini sungguh jauh dari aroma kopi tubruk Bapak tempo dulu. Aromanya membangkitkan gairah bukan amarah. Karena Aku dulu tak pernah semahir Ibu dalam membuat kopi tubruk untuk Bapak di sore hari. Maka tak ayal tiap hari selalu dapat amarah dari Bapak,bahwa Aku tak akan bisa jadi penyenang hati suami, karena tak lihai membuat kopi. Saat itu kupikir hanya sebuah mitos,tapi ternyata ada benarnya. Lidahku merasakan sensasi rasa gurih berpadu dengan rasa manis yang pas.
"Kita lanjutkan,perbincangan Kita Dinda,Kita tuntaskan permasalahan ini saat ini juga. Jangan Kita membawa sebuah masalah saat tiba di rumah " ucap belahan jiwaku. Dan Aku sedang asyik dengan kopiku,tak gubris apa yang dia mau.
Tiba tiba kalimat nakal terucap ,
"Manisnya kopi ini,semanis ciumanmu dear"kutatap matanya penuh kasih sayang.
Belahan jiwaku sedikit terkejut..
"Aku cemburu Dinda,tak Kau rasakan itu?, cukuplah Aku jangan Kau cari yang lain" ucapnya mulai melembut.
Diraihnya jemari tanganku.
"Ini sore yang menakjubkan dan romantis dear,terima kasih atas kopinya,
Kau telah membuat jiwaku berdesir dengan suara ketegasanmu karena cemburu, suara itu sangat Aku rindukan, Aku tak pernah mendengarnya dari sosok terdahulu" senyumku mengembang.
"Kau telah hancurkan mitos yang terbawa sejak masa kanakku, bahwa kopi pemicu sebuah amarah,maafkan Aku telah membuatmu cemburu. Cukuplah Kau buatku,Aku berjanji akan lebih bijak dalam semua komen di media sosialku" lanjutku.
Belahan jiwaku tersenyum pula, ternyata benar kopi bisa memberikan stimulan positif bagi saraf yang tegang.
"Terima kasih atas pengertianmu Dinda.."ucapnya tulus dengan tatapan penuh cinta..
Sore ini begitu indah..
Thanx to kopi
4 comments:
uhui Kopi rasa cemburu lah yaw
Uncle Lozz..cemburu khayalan tingkat tinggi..:D
yg sering saya lihat, ngaduk kopi tubruk itu keras, agar kopi (yg agak kasar itu), gula (jika pakai gula), dan air bisa tercampur dengan sempurna dan aroma kopi benar-benar keluar :)
Saya baru tau tentang itu, makasih ya..:)
Post a Comment