Ok, ngobrol sama penikmat kopi memang gak pernah ada
jeda untuk berhenti pada satu topik. Ada saja yang dibahas. Seperti siang tadi,
perdebatan sengit terjadi antara preman pasar, pemuda kampung lapuk yang sok
sibuk, dan lelaki tua yang sedang menggendong dua cucunya.
Celetukan bernada sinis ditujukan pada si lelaki tua.
Kok mau maunya disuruh momong cucu, sudah dari kecil merawat ibunya, sekarang
sudah renta harus momong anaknya. Katanya, Kalau dianya mah ogah. Gak akan
pernah menjadikan ortu layaknya pembantu, durhaka namanya. Niat punya anak ya
harus terima resikonya, MOMONG.
Si lelaki tua, adalah seorang sopir angkot. Di
wajahnya terlihat garis garis tua dan lelah. Siang ini, diantara sindiran teman
temannya dia menikmati kopi sambil momong sang cucu dan dengan santai membela
diri.
Alasannya adalah kasihan melihat ibu si cucu, kerja
pulang malam, gajian tak cukup, lagian 3 cucunya yang masih balita, adalah
penawar lelah setelah seharian mencari nafkah dan bisa sedikit uang jajan buat
cucu adalah kebanggaan luar biasa.
Bujang lapuk tak mau kalah berkata , sudah lelah
usahlah mencari lelah. Biarlah urusan begitu menjadi urusan anak kita dan
janganlah dimanja. Lihat hasilnya, orang tua jaman sekarang diperlakukan kayak
pembantu.
Saya mah keselek denger ucapannya. Sambil tertawa saya berkata, "Ah..mana kau rasa, bukankah kau belum menikah?", dan seisi warkoppun tertawa.
Saya mah keselek denger ucapannya. Sambil tertawa saya berkata, "Ah..mana kau rasa, bukankah kau belum menikah?", dan seisi warkoppun tertawa.
Bujang lapuk berpindah duduk , lebih mendekat di mana
aku duduk.
"Yok opo pendapat sampeyan, bener gak omonganku
soal ngemong cucu?"
(Bagaimana pendapatmu, benar atau tidak ucapanku soal
momong cucu).
Setdah...iki wong ra ngerti nek ingsun wes nyindir
sedikit nyinyir.
Baiklah,
sepertinya dia mu tau banget. Seolah olah dia masih hidup di jaman baheula, gak
tahu tentang majunya peradaban dunia dan sulitnya hidup di jaman yang katanya
serba ada dan mudah. Saya maklum adanya, gimana dia gak berpikiran seperti itu
ya, wong menikah aja enggak, nyari duit juga untuk diri sendiri. Ada uang buat
beli rokok dan makan hari ini, itu sudahlah cukup. Tempat tinggal gak perlu
nyari apalagi beli. Semua sudah ada di depan mata, warisan Orang tua.
Sepertinya harus sedikit gamblang berdasarkan realita saja saya harus
menjelaskan. Sesuai(pendapat saya). Jadi ini bersifat subyektif.
Let me explain :
Jadi Gini ya Jang, ini berdasarkan, Pengalaman saya.
Pengalaman bakul kopi sing wes duwe anak abege dua biji.
Merawat anak dengan tangan sendiri adalah sebuah
kebahagiaan tersendiri bagi sebagian besar seorang ibu. Menjadi ibu adalah
sebuah anugrah terindah dari Tuhan. Maka, bila saya tak menitipkan pengasuhan
anak pada ortu dengan alasan karena ortu saya sudah tua dan mertua sudah
disibukkan oleh anak dari sodara yang lain. Saya ingin bisa merawat anak saya
sendiri, menikmatinya meskipun roda ekonomi akhirnya berjalan terseok seok tak
sesuai impian dan kata hati.
Menikmati setiap detik perkembangan buah hati adalah
sebuah kebahagiaan yang tak dapat digantikan oleh apapun.
Meski begitu,
saya kok agak kurang setuju ya, menitipkan anak pada ortu berarti menjadikan
ortu seperti pembantu. Jaman sekarang, seorang istri diharuskan bisa membantu
suami menghidupkan perekonomian. Wong laki laki sekarang nyari istri tuh yang
bisa diajak nyambut gawe. Ini mah sudah tuntutan jaman.
Bila sepasang suami istri bekerja, itu dilakukan demi
membangun masa depan keluarga. Termasuk masa depan anak. Bila bagi seorang ibu
kesempatan bekerja di rumah belum datang, pilihan jatuh untuk bekerja di luar
rumah. Maka, pemikiran utama adalah siapa yang akan menjaga si buah hati, agar tetap
aman dan nyaman.
1. Safety for children adalah prioritas utama.
Dan kepercayaan terbesar bagi pasangan muda adalah
ada pada ortu yang notabene eyang dari si cucu daripada pada pengasuh. Ini
dikarenakan, kasih sayang orang tua
lebih besar kepada cucu daripada anak sendiri. Mereka akan sepenuh hati
memverikan keamanan dan kenyamanan bagi cucu mereka. Juga, menjadi hiburan
tersendiri di masa tua orang tua kita.
Apalagi dengan berita yang bersliweran di tv dan
koran. Bikin bergidik bulu kuduk, penyiksaan bayi dan atau balita oleh baby
sitter bayaran alias pengasuh bayi bayaran. Bahkan sampai pada tingkat
penculikan dan pembunuhan. Ngeri gak tuh.
2. Faktor finansial.
Pasangan muda yang baru menikah dan masih memiliki
banyak planing dan impian yang harus diwujudkan. Termasuk tempat tinggal. Tak
semua orang orang memiliki warisan rumah yang tinggal menempati saja.
Sebagian besar justru harus berjuang mengalahkan
lelah dan berhemat mengencangkan ikat pinggang untuk mewujudkan rumah impian
tempat berteduh bagi mereka dan buah hati.
Orang tua yang mendukung impian anaknya, sebagian
besar memberikan masukan agar anaknya lebih dulu tinggal satu atap dengan
mereka, sebelum akhirnya mampu untuk mandir memiliki tempat tinggal sendiri.
Uang untuk membayar pengasuh bisa dialihkan untuk membayar cicilan rumah.
Namun, bila pasangan muda telah mampu untuk memiliki
tempat tinggal. Dan juga finansial mapan untuk membayar pengasuh tapi tetap
menginginkan keamanan bagi buah hati. Bisa memilih jalan tengah, meminta tolong
ortu hanya untuk mengawasi pengasuh tanpa harus ikut merawat dan momong cucu.
NgeMC(Momong Cucu) bisa tetap menjadi pilihan hiburan
yang membahagiakan bagi ortu.
Maka..wahai bujang, tak perlu kita menghakimi apapun
terkait keputusan orang lain dan membenarkan diri sendiri.
Lebih baik kita menguliti diri sendiri, sebelum
mengupas kulit orang lain.
Setiap keputusan memiliki alasan.
Jadi tak perlu dijadikan rasan rasan.
0 comments:
Post a Comment