Tuesday, October 25, 2016

Oshin, Serial Drama Jepang Yang Melegenda

Ketika si kecil Oshin berlari di tengah badai salju 

Selain bunga sakura yang membuat saya jatuh cinta dengan hal hal yang berbau Jepang. Drama seri Oshin yang pernah tayang di TVRI pada tahun 1980an juga menjadi salah satu penyebabnya. Drama ini sukses menarik perhatian dunia akan kisah dan budaya Jepang. Masih lekat dalam ingatan, bagaimana Shin Tanokura alias Oshin gadis kecil dengan pipi tembem dan kemerah merahan, hidupnya begitu nestapa. Kemiskinan mengiring kehidupan Oshin yang lahir di daerah terpencil di Jepang. Karena kemiskinan pula pada akhirnya membuat Oshin harus dijual untuk dipekerjakan sebagai pembantu. Oshin mampu menghipnotis penonton di 82 negara. 


Ayako Kobayashi memerankan Oshin di usia sepuluh tahun dengan sangat baik (menurut saya), tak perlu mencari wajah Oshin pada mesin pencarian google, cukup memejamkan mata sejenak saja, ingatan saya tentangnya akan mengalir, lekuk bibrnya ketika tersenyum dan tertawa juga bagaimana Oshin berlari lari menembus badai salju, saya masih ingat. 
Dan tak jarang pula saya sembunyi sembunyi untuk hanya sekedar ngelap ingus..Eh!. Drama serial ini memang benar benar sukses menguras air mata dan emosi pemirsa. Namun jangan salah, sepanjang kisah memang ceritanya mengharu biru, banjir air mata. Namun kita bisa banyak belajar dari kisah Oshin. Perjuangan seorang wanita yang gak ada habisnya dan gak akan ada wanita. Tanpa perlu menunjukkan bahwa wanita tersebut adalah penganut faham feminisme.

                                 Sesederhana apapun impianmu, kejar dan perjuangkan
Masa kecil saya memang tak seberat Oshin kecil, harus bekerja banting tulang membantu orang tua untuk kehidupan sehari hari. Juga tak harus berlarian diantara badai salju untuk berangkat ke sekolah. Saya hanya berjalan diantara banjir antara rumah dan sekolah yang jaraknya tak sampai satu kilometer. Tapi, spirit bagaimana Oshin menjalani hidupnya yang sangat berliku, mampu menghipnotis alam bawah sadar saya saat itu. Ya, Oshin adalah sumber inspiratif saya, bahwa seorang wanita harus berjuang sampai akhir. Seorang wanita harus mampu mengatasi kehidupan yang keras tanpa perlu manggadaikan prinsip. Banyak belajar dari kehidupan apapun, karena kelak kta tak akan tahu kemana takdir akan membawa kita pergi. Ke atas atau ke bawah. Bahagia atau kesedihan, kesuksesan atau kegagalan. Termasuk bagaimana impian Oshin untuk menjadi penata rambut. Dia mengejar impian sederhananya itu, meskipun dia memiliki skill seni menghidangkan teh untuk kalangan kelas atas.


Ketika Oshin beranjak dewasa, ujian dan cobaannya tak kalah sengit dengan ketika masa kecil dulu. Suaminya, Ryuzo adalah seorang pebisnis. Ketika bisnisnya ambruk Ryuzo mengajak Oshin untuk pindah ke rumah orang tuanya. Di sinilah drama tentang mertua nan kejam dan ipar yang sangar di mulai. Ah...kalau ingat dulu mah, saya pernah berdoa pada Tuhan, semoga kelak, saya tak mendapatkan mertua seperti ibunya Ryuzo. Meskipun, Oshin mengajarkan kesabaran, kemurahan hati, ketabahan seorang istri dalam menenmani suami yang tengah mengalami deperesi yang akhrnya memilih mati bunuh diri karena bisnisnya kolaps. Masih enggan diri ini menerima kalau dapat mertua yang kejam dan nyinyir. Im a human being, namun untuk terus belajar sabar, kuat dan tahan banting dari seorang Oshin sampai kapanpun akan saya lakukan. Karena hidup ini memang layak diperjuangkan. 

Jadi, tak salah bukan kalau saya menukai hal hal yang berbau Jepang?











0 comments: