Monday, April 3, 2017

Pesona Pantai Sengigi Di Pulau Lombok


Pantai Senggigi ,
keelokan pantai yang masih tersimpan rapi di sudut ruangan otak kecilku. Kenangan akan sebuah kata kata tajam, bahwa kemiskinan tak akan mampu membawaku ke sana. Entah apakah aku sungguh benar benar ingin menapakkan jejak kakiku menyusuri sebuah daratan yang disebunya pantai. Kepalaku tertunduk dan mataku tak lepas dari view pantai senggigi yang ada di majalah penerbangan nasional. Majalah yang dikatakannya hanya orang kaya dan berpendidikan saja yang bisa memilikinya. 
"Maaf..." Cuma kata itu yang sanggup keluar dari mulutku sambil meletakkan majalah bercover eksklusive di atas meja ruang tamu. Ruangan besar dengan sofa empuk yang aku tak boleh mendudukinya. Sofa yang hanya diperuntukkan bagi tamu. Ah...akupun tamu bukan, Ning?. Aku tamu yang masih berstatus keluarga bagimu, kita sedarah.. Hanya nasibmu lebih baik dari nasibku. Bersuamikan pria mapan telah membuatmu terentas dari sesaknya gubuk rumah kita. Dan jauh dari hingar bingar perut kelaparan.
Pantai Senggigi kubawa pulang
Masih bocah aku, pulang ke kota kelahiran dengan berkereta yang berpenghuni tikus dan kecoa. Bau pesing yang membaur dengan keringat penumpang. Tubuh kecilku tak pedulikan desakan tubuh penumpang. Berlari menyusuri lorong, mencari huruf dan angka seperti yang tertera dl atas tiket yang kupegang. Berapa usiaku waktu itu?, 14 tahun ...ya empat belas tahun. Aku pulang sebelum waktunya, karena tak kuasa menahan rasa kecewa bahwa aku hanyalah gadis kecil yang tak layak memiliki mimpi menjamah pasir Senggigi. Kemarahan remaja belasan tahun mungkin tak pernah bisa kau mengerti. Bahwa akupun layak memperjuangkan mimpi, sesederhana, sesulit apapun bahkan seimposible sekalipun. Ning, pasti kau akan terkejut mendapati baju baru yang kau bilang baju khas remaja ibukota kutinggalkan di atas tempat tidur dalam kamar yang selama sepekan kutiduri. Aku yakin, kaupun akan langsung membuat surat laporan untuk bapak ibu betapa norak dan menyebalkan aku menolak tas sekolah yang kau bilang begitu trendi pada masa itu. Yang lebih mengejutkanmu mungkin hanya selembar majalah penerbangan yang berisi view pantai senggigi, diam diam kuambil dan kubawa pulang.



Usai kudapati bangkuku, seorang diri kududuk sambil menikmati sepotong roti tawar bekal darimu, sambil kupandangi lalu lalang penumpang yang sibuk menata barang bawaan dan mencari bangku sesuai tiketnya. Ketika peluit masinis ditiup dan kereta perlahan beranjak pergi dari pelukan stasiun, kubuka tans ransel milik bapakku yang seorang tentara. Tak kuhiraukan penumpang di depanku tersenyum geli melihat tas ransel yang kupangku. Kucari pantai senggigi. Aku tersenyum senang, bahagia hanya dengan memandang gambar di depanku. Seolah kelembutan pasir putih, jernih airnya dan ombak yang bergulung tenang menjamah jemari kakiku. Its like a real. Kusentuh jari kakiku terasa dingin. Ah...mungkin aku telah berada di sana atau hanya fantasyku yang telah melampaui batas kewajaran. Ah...persetan. Tuhan selalu  punya cara yang sangat kreatif untuk memberikan kebahagiaan bagi hambaNya, bukan?. Pantai Senggigi yang ada di pulau Lombok telah memberikan kebahagiaan bagi remajaku. Menemani enambelas jam berkereta api.



Pesona pantai senggigi masih menjadi mimpi

Jangan pernah melepaskan mimpimu, walau terjal jalan yang akan kita lalui. Karena mimpi adalah pintu bagimu meraih segala harapan indah bagi peradaban manusia.

Masih kugenggam mimpi menapaki lembut pasir senggigi. Namun kali ini kutak ingin sendiri menikmati bahagia. Mungkin kelak bersamamu kita bisa menikmati indahnya sunrise atau bahkan sunset di pinggir pantai Sambil saling menggenggam jemari, berjanji akan mengarungi hidup hingga mati. Bersamamu...suami tercintaku. Kita lupakan sejenak rasa jenuh beratnya kehidupan kita. Mari kita menikmati semua kebahagiaan samapi ujung pernikahan kita. Sampai jemari kita mengeriput.

2 comments:

Ophi Ziadah said...

udah lama banget terakhir ke senggigi 7 tahun lalu..sayang waktu itu agak kotor

Ade UFi said...

fotonya juaraaaa.. keren bgt, mba