Wednesday, March 20, 2013

Yang tak pernah terucap

Mendung di atas awan menggelayut mengiringi suara adzan di tanah pemakaman,sebagai penutup prosesi pemakaman hari ini.sedikit demi sedikit jasad telah tertutup tanah.Hatiku terasa membeku,air mataku yang terasa hangat menggelayut di ujung mataku,tak mampu menghangatkan hatiku meski sedikit.Entah apa yang kurasa,menyesal,sedih ataukah bahagia.Getaran bibirku hanya mampu berucap"selamat tinggal ayah,istirahatlah barsamaNya,semoga engkau tenang di sampingNya.Kuraih segumpal tanah pemakaman,mataku tertengadah menatap awan yang makin gelap,rintik hujan mulai membasahi bumi.Para pengantar segera bergegas pulang.Tapi Aku tidak,Aku tak ingin meninggalkan ayah sendiri,biar kutemani sejenak,sambil berbincang dalam kebisuan,menggugat masa lalu yang terkoyak.

Dibawah pohon rindang dekat peristirahatanmu,aku hendak bertanya padamu ayah,banyak tanya yang tak akan bisa terjawab olehmu,tapi aku yakin kau mampu mendengarnya dengan jelas,mari hati kita saling bicara,meski alam Kita telah berbeda...
"Ayah...apakah sesungguhnya Kau menghendaki kelahiranku di bumi ini?,apakah rentang waktu 18 tahun tak jua hangat cinta merasuki jiwamu untukku?,juga dikala jemariku mengusap seluruh tubuhmu dengan air hangat dan handuk kecil pembelianku, di saat tubuhmu yang renta tak sanggup hadapi ganasnya kanker stadium 4?,apa tak kau rasakan aliran cintaku mengalir di setiap usapanku?".

Mungkin ayah tak rasakan itu,karena buatmu ,aku anak perempuan yang tak pernah bisa kau banggakan.Bagimu anak laki-lakilah yang kebanggaanmu.Sangat kurasakan semua itu ayah...sangat.Masih ingatkah kau ayah,ketika masa kecilku dulu yang selalu membuatmu marah,hanya karena kenakalanku
,bermain tak kenal waktu.Hingga lupa tugasku memasukkan induk ayam dan anaknya ke dalam kandang.Masih ingatkah kau,esok pagi kau habisi rambutku,mahkotaku.Dan aku menjadi bahan tertawaan teman sekampung dan di sekolahku?,oh ayah...aku tak pernah lupa itu.
Kupikir kau sengaja membuat kepalaku gundul,agar kutu rambut sialan yang beranak pinak di rambutku akan musnah dalam sekejap.Ternyata kata Ibu,ini sebuah hukuman atas hilangnya anak-anak ayam kesayanganmu.



Masih ingat di dalam ingatanku ritual penggundulan mahkota panjangku.Sepulang sekolah kau panggil tukang potong kelling,kau panggil jua putrimu ini,dan menyuruhnya duduk manis di kursi lipat sang pemotong rambut.Aku yang masih ketakutan akibat kemarahanmu ,tak kuasa menolak.kuredam marahku,kubendung airmataku..Yang bisa menghiburku saat itu adalah melihat lincahnya kutu-kutu di rambut yang telah jatuh dibawah tanah.Usai habis rambutku,kuambil kutu-kutu itu,kukumpulkan dalam plastik.kuikat erat,hanya ingin melihat bagaimana cara kutu itu berbicara satu sama lain.
Setelah itu kuberkaca,melihat wajah anehku,aku menahan tangis.Karena tangis hanya akan membuat tubuhku penuh legam,dan telingaku akan mendengar kalimat "dasar anak pembawa sial..".
Ayah...Aku coba tertawa...pantulan wajahku mengingatkan pada si tuyul dalam sebuah karikatur di koran togel milikmu ayah,tuyul yang bergigi gigis hitam.kucoba tersenyum,namun tak jua membuat wajahku menjadi lebih baik.

Hujan makin deras,tiba-tiba tubuhku menggigil.Rasa ini seperti rasa saat ketakutanku mendengar suara derap sepatumu sepulang kerjamu ayah.Apakah kau marah ayah?marah dengan keberanian pertanyaanku?Baiklah cukup sudah pembicaraan untuk hari ini,besok aku akan datang lagi yah,bersiaplah untuk kelanjutan pertanyaan anakmu ini...











0 comments: