Thursday, April 4, 2013

Yang tak pernah terucap dari sebuah payung kertas

          November rain mengalun di dalam kamarku,Aku tersenyum untuk pagi ini. Sekarang hari kamis,hari yang selalu aku tunggu sejak kepergian ayah. Karena hanya hari kamislah area peristirahatanmu dibuka. Bila memaksakan untuk masukpun,pengunjung harus melalui pintu belakang dan melalui juru kunci yang terlihat enggan membukakan pintu gerbang tempat ini. Aku tak mau merepotkan pak tua si juru kunci pemakaman yang selalu bertelanjang dada,hingga tulang iganya yang bergaris garis tertutup kulitnya yang legam dan tipis itu nampak terlihat jelas. Wajahnya tidaklah terlalu ramah karena harus membuka gerbang pemakaman diluar waktu yang ditentukan.



           Kupatut diri di depan kaca,sudahkah aku terlihat gagah seperti ayah?. Jaket tentara milikmu aku kenakan untuk memberi sedikit kehangatan pagi ini. Jaket berwarna hijau daun ini salah satu benda yang berhasil kuselamatkan dari anak laki-lakimu. Aku tak bisa mengalahkan anak laki-lakimu dalam berebut mendapatkan harta peninggalanmu. Masing-masing dari mereka berhasil mendapatkan motor,sepeda kumbang dan yang lainnya,bahkan dua celengan bambu berisi uang recehan hasil keringatmu semasa hidup yang tegak berdiri menyangga dapur rumah Kita sekalipun,telah berhasil mereka robohkan.
Tak mengapa Ayah,buatku yang kudapat lebih dari cukup,semuanya adalah benda bersejarah yang mengikat antara diriku dan dirimu. Dan hari ini Aku akan datang ke pusaramu,untuk yang terucap selam ini,dengan membawa benda yang mengikat sejarah antara Kita berdua.


         Area tempatmu bersemayam masih sepi pagi ini,tentu saja..para pengunjung biasanya akan datang selepas ashar. Dan mereka akan membawa buku yang berisikan surat firmaNya ,buku yang selalu dibaca saat  berziarah. Tapi maaf Ayah,aku tidaklah sama seperti mereka. Hari ini aku tak hendak membaca surat itu,juga tak hendak menabur bunga,tapi hanya ingin duduk memandangi pusaramu dan melanjutkan berbagai tanya yang tak pernah terucap dalam 18 tahun mengenalmu.


         Kau tahu yang kubawa Ayah?Aku yakin ini adalah benda yang kau sayang,benda yang telah kau sabetkan dalam tubuh kecilku.Ayah...ini ikat pinggang kebesaranmu.Ikat pinggang militer yang tebalnya setengah centimeter pernah menyentuh kulit keringku yang ringkih. Hanya karena kesalahanku menjatuhkan transistor kesayanganmu hingga suaranya  membangunkan tidur anak lelaki kesayanganmu. Mengapa ayah?mengapa hanya karena kesalahan itu ikat pinggang itu harus menyentuh kulitku hingga berkali-kali. 


          Dan itu belum cukup buatmu,kau masih tega memukulkan sandal plastikmu ke tubuhku.Tangisku yang kencang makin membuatmu bersemangat melampiaskan kemarahanmu. Kau ambil sapu lidi,Kau tebaskan ke tubuhku,hingga bilur merah berdarah menghiasi punggungku. Aku kesakitan, takut,dan menangis hingga terkencing kencing....tapi justru air kencingkulah yang mampu menghentikan semua pukulanmu. Dan kau minta Ibu membawaku ke kamar mandi. Di sana Aku mendapat bonus dari ibu tercinta,sebuah cubitan bertubi-tubu mendarat di pahaku kurusku,dan bak tatto warna biru hingga bersemu ungu bertahan hingga lebih dari seminggu.


           Ayah,mengapa Aku di perlakukan seperti ini?mengapa sebuah transistor lebih berharga dari luka yang menghiasi sekujur tubuhku,mengapa perbedaan kelamin begitu mempengaruhi sebuah perlakuan kepada seorang anak?apa yang salah dariku?.
Tiba-tiba hembusan angin begitu keras menyapu wajahku, Aku terhenyak hingga kehilangan keseimbangan di posisi dudukku dekat pusara. Senyumku mengembang. Kau mendengar tanyaku Ayah?,sungguh ini membuatkuku senang Ayah.Meski kau pinjam alam untuk menjawab tanya. Dan kubiarkan alam yang menjadi moderator pembicaraan Kita tenang kembali. Dan hening sejenak...


          Kukeluarkan tas plastik hitam dari ranselku. Ayah...kau ingat ini?ini adalah pecahan kayu dan kertas usang dari sebuah payung kertas yang telah kau rebut dari tanganku dan kau injak-injak hingga hancur. Sayangnya payung kertas ini tlah hampir hancur termakan usia,tapi Kuharap kau tak melupakannya.
Payung kertas menjadi saksi sejarah bagiku. Masih lekat dalam ingatanku Ayah, ketika paman mengajak Kami ,anak anak Ayah pergi ke sebuah pasar di sebuah acara maulid nabi Kita.


           Alangkah senangnya hatiku saat itu Ayah,sudah terbayang payung kertas yang kuinginkan . Tahun kemarin Aku hanya mendapatkan peralatan masak masakan mungil dari tanah liat yang bergambar bunga. Kata paman tahun ini penjualan toko emas milik paman yang letaknya di bawah jembatan penyebrangan "Gudang Garam" sangat bagus. Jadi Aku boleh beli apa yang Kumau.
Dengan bergandengan Kami,Aku dan semua saudara laki-laki menuju rumah paman di kampung gang Arjuna,sebuah kampung yang terletak di belakang toko mas Arjuna milik paman. Lalu Kami Paman dan anak-anak paman berbarengan menuju area penjualan pasar maulid. Berkeliling Kami diantara ramainya pengunjung yang kebanyakan adalah anak anak kecil dan orang tuanya. Paman dengan sabar mengikuti langkah Kami yang bingung mencari apa yang Kami mau.


          Akhirnya di tanganku telah  kugenggam erat payung kertas yang sangat aku inginkan.
Sedangkan lima anak lelakimu mendapatkan yang mereka inginkan juga,mainan tentara tentaraan mini,perahu perahuan dari seng,mainan kodok kodokan yang bila ditekan bagian leher dan kakinya akan mengeluarkan tiruan suara katak yang terdengar menggelikan ditelingaku,lucu sekali. Usai mendapat apa mainan Kamipun pulang Ayah. Paman terlihat bahagia dengan ucapan terima kasih Kami saat berpamitan dan berebut mencium tangan paman.

          Kami tahu Ayah ,Kau akan duduk menunggu Kami di kursi malas berwarna biru di depan teras rumah. Masih lekat dalam ingatanku Ayah,saat itu begitu melihat Kami, Engkau langsung berdiri menyambut Kami dengan sebuah senyuman. Melihat senyummu hatiku terasa tersapu angin dari nirwana Ayah. Engkau menanyakan apa saja yang Kami beli. Satu persatu Kami menunjukkan padamu apa yang Kami beli. Suara kicau Kami bersahutan saling berucap pilihannyalah yang paling menarik.


          Kau acak-acak rambut anak laki lakimu,sebagai tanda banggamu pada mereka. Aku  memandang penuh harap,Engkau lakukan itu pada rambutku  Yah,meski gundul di kepalaku masih belum terpenuhi tumbuhnya rambut. Tetapi apa yang Aku harap tidaklah menjadi nyata,ketika tiba giliranku menunjukkan apa yag telah Aku pilih. Aku yang dengan gembira menunjukkan padamu, payung kertas berbahan dari kertas semen dan bergambar bunga sakura pilihanku.melihat wajahmu berubah drastis,hilang seketika senyum dari bibirmu. Tubuhku tiba-tiba menggigil takut. Tanganmu kananmu mengarah pada kepalaku,sungguh detik-detik yang menegangkan buatku Ayah,sangat kuharapkan kau acak-acak rambutku ,sangat ayah.Tak tahukah Kau dalam hati kecilku berteriak

"Ayo Yah...ayooo,sentuh kepala setengah gundulku,acak-acak yang tumbuh di atasnya,sekali saja,kumohon Ayah,Aku ingin juga merasakan banggamu pada aliran di ubun-ubunku.".


          Tanganmu telah menyentuh kepalaku,derap jantungku makin bergemuruh. Tapi sedetik kemudian,bak kilat menyambar, tanganmu beralih pada apa yang kupegang, Engkau merampasnya,menyobek pinggiran payungku,kau banting dan kau injak-injak tepat diantara kaki Kita Yah. Lalu Kau pergi masuk ke kamarmu sambil membanting pintu kamar. Tubuhku berdiri kaku,menunduk memandangi payung yang tlah patah dan hancur. Dan selintas kulihat salah satu anak laki-lakimu mengambil tas plastik pembungkus mainannya, memunguti kayu dan sobekan payung kertasku,lalu dimasukkannya ke dalam plas plastik. Diserahkannya padaku, sambil berbisik,
 "Kalau Aku sudah besar nanti,Aku akan belikan payung kertas seperti ini Dik...". Aku hanya sanggup mengangguk tak berkata sepatah katapun.


           Kuraih tas plastik berwarna hitam dari kakak. Dan Aku berlari masuk di bawah kolong tempat tidurku. Tempat yang selama ini kuanggap  paling aman untuk menangis,tanpa diketahui olehmu. Kau tahu Ayah....Kau hancurkan payung kertas sekaligus Kau hancurkan hati gadis kecilmu yang hanya inginkan hangatnya tanganmu mengacak-acak rambut setengah gundulnya. Aku hanya ingin Kau bangga juga padaku Ayah,hanya itu. Bukan karena payung yang telah berpuing,soal payung Aku bisa saja kembali berlari ke rumah paman dan minta di belikan payung yang serupa. Tapi ini masalah rasa Yah. 
           Mengapa rasa yang Kau hadirkan padaku selalu berbeda dengan rasa yang Kau hadirkan pada anak lelakimu. Mengapa anakmu yang lain bisa menangis di bahumu, sedang Aku bila menangis harus selalu sembunyi di kolong tempat tidurku hanya untuk menyelamatkan diri dari pukulanmu?. Meski penyebab tangis Kami adalah karena hal yang sama?. Seperti kala Kami berebut mainan dan terjatuh saat bermain. Apakah gender Kami penyebabnya Yah? bisakah Kau menjawabnya saat ini ?...hmmm pasti tidak Yah,jawab dan tanyaku adalah sama yaitu kebisuan.


          Di langit, awan mendung menggelayut manja,berarak merapat satu sama lain. Membentuk barisan hingga langit berubah warna menjadi gelap. Aku berdiri dan beranjak untuk pulang.cukup untuk hari ini Yah. Aku yakin sejak saat ini Engkau akan merindukan pertemuan Kita yang seperti ini. Engkau akan mulai merindukanku,merindukan kehadiranku untuk menemani sepimu di dalam sana. Rindu menunggu tanyaku yang tak pernah terucap...















0 comments: