Tuesday, December 17, 2013

Cermin Buk Mus


Wanita paruh baya ini sering kujumpai di terminal Joyoboyo Surabaya. Wajahnya hitam manis, meski hampir separuh gigi depannya hilang tanpa jejak. Pembawaannya ramah, ceria dan ringan tangan untuk diminta pertolongan. Aku mengenalnya, sejak setiap hari  Aku naik angkot rit kedua menuju kantor setelah lyn pertama dari arah Sidoarjo tempat tinggalku.

Buk Mus panggilannya,  tiap pagi Dia berdinas di depan angkot lyn P jurusan Joyoboyo-ITS. Dia akan siap  mengatur penumpang agar mereka nyaman duduk menuju tempat kerjanya. Menjawab tanya para penumpang terminal, yang tidak tahu Lyn apa yang harus mereka naiki menuju tempat tujuan. Selalu membuat barisan tempat duduk agar para wanita tidak duduk di pinggir pintu angkot. Meminta penumpang pria untuk berkenan melindungi wanita, bertukar tempat duduk apabila ada penumpang wanita yang duduk di dekat pintu angkot dan  dengan sopan meminta mereka untuk tidak merokok. Agar semua penumpang merasa nyaman selama dalam perjalanan menuju tempat kerja. Ini adalah hal kecil yang Dia lakukan tanpa diminta oleh siapapun.

 Tanpa ada kontrak kerja sebagai kenek angkot karena Dia lakukan ini dengan sukarela. Dinas Buk Mus sesungguhnya adalah sebagai pengemis. Uniknya Dia hanya mengemis di satu tempat saja, yaitu mengemis di depan para penumpang angkot Lyn P. Terlihat berbeda dengan teman seprofesinya di wilayah terminal ini. Mereka meminta minta kepada hampir semua penumpang angkot.  Tapi tidak dengan Buk Mus.

Pagi ini Aku bertemu Buk Mus dan kusempatkan waktu untuk berbincang dengannya. Perbincangan bukan hal yang serius, tapi bisa kulihat Dia bercerita dengan banyak menebarkan senyum dan tawa. Ditunjukkannya 3 lembar foto pernikahan anak lelakinya.
"Berapa putra Buk Mus?" tanyaku
"Setengah lusin Bu, 3 laki laki dan 3 perempuan. 2 laki laki sudah menikah, ini fotonya. Dan ini yang ini pernikahan anak Saya yang perempuan" jawabnya sambil menyodorkan 3 lembar foto ke hadapanku.
Kuamati semua foto pernikahan itu. Wajah wajah bahagia diantara pernikahan yang sangat sederhana.

"Trus, mana yang belum menikah" tanyaku lagi.
"2 gadis yang berdiri di samping foto masnya ini lho Bu, dan satu laki laki yang berdiri paling ujung" jelas Buk Mus.

"Wah Buk Mus harusnya tidak bekerja lagi seperti ini, anak anak sudah dewasa. Sudah waktunya membantu Buk Mus" Kataku sambil kuelus pundaknya.

"Ah Ibu, Saya kan masih punya 2 anak gadis yang masih sekolah Bu, yang lain dapat uang ya bukan diberikan ke Saya Bu, tapi ke istrinya masing masing. Cuma anak laki laki Saya yang mbarep(pertama) yang kadang kasih uang seratus atau lima puluh ribu tiap bulannya. Bapaknya anak anak juga sudah meninggal beberapa bulan lalu, setelah kena stroke tahunan. Siapa nanti yang kasih makan dan biaya sekolah anak anak Saya. Pinginnya yo semua anak Saya ngasih uang buat kehidupan Ibunya yang pengemis ini. Saya juga pingin istirahat Bu.." Jawabnya sambil menatap lekat foto yang ada di tanganku. Suaranya terdengar sendu.

Kutatap wajah Buk Mus, dan kuembalikan foto itu padanya. Aku tersenyum dan berkata,
" Buk Mus yang sabar ya, harus tetap sehat dan semangat. Insha Allah akan ada hari esok yang lebih indah. Ada anak anak dan cucu yang akan siap membahagiakan Buk Mus dan berhenti dari pekerjaan ini" sambil Aku rengkuh pundaknya. Kulihat di wajah Buk Mus kembali terlihat rona cerah, rona yang mampu menutupi putih rambut dan lusuh baju yang dipakainya.

Hari ini juga Aku merasa, sebagai sesama seorang Ibu, Aku tidak ada apa apanya. Di luar sana sana banyak Ibu ibu yang tangguh menjalani kehidupan , termasuk Buk Mus. Yang tiap pagi harus berangkat dari kota Krian menuju terminal Joyoboyo. Berharap belas kasihan dari para penumpang, sambil sesekali menebarkan kebaikan agar penumpang tak kesasar ke arah tujuan.

Aku memang tak setuju dengan pekerjaan "Pengemis". Tapi yang Kutulis ini bukanlah soal profesi. Melainkan sebuah tanggung jawab seorang Ibu yang tiada henti hingga tubuh renta telah berteman dengan usia. Tak ada berhenti untuk sebuah kata tanggung jawab. Meskipun banyak anak, toh kelak anak juga akan memiliki dunia dan tanggung jawab sendiri dalam kehidupannya saat telah berumah tangga.
Saat cucu telah lahir, terkadang seorang Ibu yang rentapun harus juga menjadi seorang baby sitter bagi para cucunya. Apalagi tren dan tuntutan jaman yang mengharuskan suami istri bekerja berdalih demi masa depan anak. Dan menitipkan anak kepada eyangnya akan terasa lebih save daripada harus menitipkan kepada orang lain, baby sitter atau tempat penitipan anak. Meskipun tak jarang hal ini kerap menimbulkan konflik kecil antara Ibu dan anak hanya karena masalah pola asuh yang berbeda terhadap sang cucu.

Ada juga kisah suami istri yang tak memiliki dana pensiun , menyandarkan hidupnya pada sang anak. rela menjadi pengasuh buat semua cucunya, hanya sekedar ada kata sungkan kalau hanya menerima uang begitu saja dari sang anak, tanpa melakukan apapun. Sungguh miris mendengarnya.

Akupun telah beranjak tua, tugasku sebagai seorang Ibu yang mengantarkan anak anakku ke gerbang impian mereka belumlah usai. Perlu kerja lebih keras lagi untuk meraih semua harapan dan impian.
Membayangkan bagaimana diri ini kelak, siapkah bila semua pengalaman orang orang yang kutemui di atas terjadi?. Menjadi tua adalah ketentuan, tak berdaya adalah ketakutan. Namun harus tetap dipersiapkan,  Belajar dari pengalaman orang sekitar tak jemu menambah ilmu untuk persiapan hari esok. Tua tetaplah harus mandiri tanpa mengharap belas kasihan anak anak, dan tak membuat mereka merasa terbebani sebagai seorang anak. Mengumpulkan sen demi sen, hidup sehat dengan olahraga dan doa, agar kujemput renta tanpa risau.

















4 comments:

Zakia said...

Benar banget... sosok ibu, orangtua, sangat besar kasihsayangnya pada anak. Tak tergantikan...

Menua itu pasti, namun menua dengan menjadi sosok inspiratif bagi anaknya, adalah pilihan...

semoga kita semua menjadi sosok yg inspiratif itu bagi anak-anak kita.. aamiiin

salam,
@zakianurhadi
ibu dari 2 balita

enny said...

Siapapun dia, dan apapun profesinya. Ibu tetaplah Ibu, naluri melindungi dan mengayominya tak pernah henti. Salam manis tuk 2 balitanya mbak Zakia

Sumarti Saelan said...

hiks...terharu, saya juga punya impian masa tua mak dan akan saya posting kapan-kapan, masa tua seperti apa yang saya impikan ;)

enny s said...

Aku tunggu postingannya ya mbak..:)