Saturday, October 29, 2016

Dibuang Sayang

Seperti biasa, siang hari di warkop adalah siang yang sibuk. Dua tangan harus melayani lebih dari 15 pembeli. Apakah hal itu biasa terjadi?, iya pasti. belum lagi kalau ada pembeli yang minta kopi untuk dibungkus dan dibawa pulang. Jujur saja terkadang saya kewalahan untuk melayani, tapi saya punya cara untuk gak panik ketika warkop dalam kondisi ramai, karena yakin mereka pasti akan sabar menunggu giliran kopi mereka terhidang dihadapan. Pelanggan sudah hapal, bahwa kopi tak akan terhidang lebih dari lima menit. Siapa pesan lebih dulu itulah yang akan mendapatkan pesanannya lebih cepat. Tak ada istilah nyerobot pesanan orang lain. Saya disiplin dalam hal satu ini. Meskipun yang memesan bukan pelanggan tetap, bial dia memesan lebih dahulu daripada pelanggan tetap. Saya akan melayaninya terlebih dahulu.




Jumat kemarin cuaca panas terik, usai shalat Jumat pembeli berdatangan. Tangan mulai bergerak cepat, gelas cangkir berdentiangan. Tangan menyentuh es dan terkadang terkena percikan air panas mendidih adalah sebuah rutinitas. Tangan bekerja, telinga berjaga. Mendengar pesanan pembeli tanpa memandang wajah. Kalau saja bisa mengeluh, nih kompor didepanku pasti sudah meneriakkan, betapa kejamnya aku memainkan pemantiknya. Tak henti kuputar ke kanan dan ke kiri. Pesanan tak hanya es dan kopi tapi juga mie. Hayati tak bo;leh lelah, Bang...:D :D
Salah dengar kuping saliwang

Diantara sibuknya tangan dan kaki kesana kemari antarkan pesanan. Seorang pembeli memesan mie goreng instan.   Mungkin dilihatnya aku sibuk, dia mengulangi lagi pesanannya. Kutanya pakai cebe berapa, jawabnya pake cabe lima. Telingaku menangkap pesanannya berganti mie rasa kare dengan cabe 5. Woke dah, cuss panci berganti. Mulailah membuat mie. Setelah matang, segera ku hidangkan. Dengan nada sewot, pembeli itu bilang pesanannya adalah mie goreng bukannya mie kare. Tanpa banyak debat, ku ambil semangkok mie yang terlihat menggiurkan dan aromanya makin mengundang gemericiknya suara di perutku karena sedari pagi belum terisi. Nih lambung sedang bermasalah beberapa hari ini. Obat dari dokter semalam belum mumupuni untuk mengobati.Ya sudah, segeralah kuganti pesanan dan membuatkannya mie goreng.

Mie kare yang masih terasa panas,  kutawarkan pada pembeli. Siapa yang mau, keberikan gratis. Kupikir mumpung masih dalam rangka makan siang. Sialnya, tak satupun pembeli yang berkenan menerima tawaran gratisku. Ada yang bilang sudah kenyang ada juga yang kagak nahan melihat cabe yang sudah terpotong potong kecil berkilau terkena cahaya matahari siang ini.
Duhai mie kare, akankah harus aku yang menyantapnya. Sedangkan makanan pedas dan instan harus kuhindari. Dan akhirnya, kubiarkan saja mie kuah yang menggugah selera itu hingga sore hari sampai kuahnya mengering.

Sayang dibuang..

Sebagai emak emak, melihat makanan yang sudah kita olah dan masak dengan berpeluh peluh pasti akan merasa sayang untuk membuangnya. Meskipun pada hakekatnya, makanan tersebut harus kita hindari untuk menyantapnya. Jadi, mie kare yang taleh menyusut kuahnya, kahirnya kembali kuolah dengan tambahan sayuran yang kubeli dari pasar krempyeng seberang warkop. Seorang penjual baksolangganan kopiku, memberi 2 bakso ukuran besar sebagai pelengkap. Lidah terasa getir dengan pedasnya cabe yang telah merasuk dalam setiap helai pori pori mie. Intinya, usai menyantap mie tadi, lambungku bergejolak. Intro mual mulai menyeringai ala bumil yang lagi morning blue, dan esok paginya pupku kembali menghitam.
Alangkah indahnya hidupku pagi ini.

So, quote of the day
"Sayangilah tubuhmu, bukan karena dibuang sayang ali alih sayang dibuang"

Gak nyambung dan bingung??, abaikan...cerita ini hanya sayang dibuang daripada gak nulis postingan..:D




0 comments: