Dulu, di sore hari, saat Aku masih memakai seragam merah putih.
Aku : " Bapak, belikan Aku buku tulis ya? bukuku sudah penuh dengan catatan pelajaran"
Bapak :" Mana bukumu yang sudah penuh dengan tulisan ? "
Lalu kuserahkan buku itu pada Bapak, kupikir sebagai bukti bahwa Aku tidak bohong dengan permintaanku.
Bapak :" Kamu menulis memakai pensil kan? "
Aku mengangguk tapi tak mengerti maksud pertanyaan Bapak.
Bapak : " Kamu sudah paham dan mengerti dengan isi catatanmu di buku ini? "
Aku mengangguk lagi, mulai ketar ketir ,khawatir Bapak akan ngetest Aku dengan catatan dibukuku.
Bapak : " Bagus, sekarang ambil penghapus, hapus semua tulisan di buku ini. Kalau sudah bersih Kamu bisa kembali menuliskan catatan di buku ini. Ingat !! pelan pelan menghapusnya, jangan sampai kertasnya robek, Kamu harus hemat, selama masih buku masih bisa dipakai dan di isi tulisan lagi, tak perlu membeli buku baru. Kalau masih ragu Kamu mengerti atau tidak catatan di buku ini, benamkan isinya di kepalamu. Demikian dengan buku pelajaranmu, jangan di corat coret. Tahun depan masih bisa dipakai adik adikmu atau mungkin ada temanmu dan tetangga yang membutuhkannya ".
Aku, ngedumel dalam hati, ini hemat atau pelit sih. Menghapus tulisan dibuku bukanlah pekerjaan yang menyenangkan bagi anak sekecil Aku. Apalagi ini catatan matematika, pelajaran yang paling tak kusuka. Tapi bagaimana lagi, kalau Aku tak menghapusnya dengan hati hati, esok Aku tak akan bisa mencatat pelajaran lagi. Lalu Aku duduk dipojokan ruang tamu, merapal dan menghapal kembali, membenamkan isinya di kepalaku, lalu menghapusnya dengan perlahan. Ah...buku tulis ini terasa sangat mahal harganya.
Hari ini, di sore hari, saat Aku menemani jagoan kecilku si Javir yang masih memakai seragam merah putih.
Aku : "Kok bukunya disobek sobek gitu mas ?"
Javir : " Buku ini masih banyak yang kosong Bund, hanya beberapa lembar saja yang sudah ada tulisannya. Jadi Aku sobek saja, trus Aku strepler dan kusimpan lagi. Lagian ini catatan pas Aku kelas 5 kok. Daripada beli lagi, Kita kan harus hemat Bund. "
Aku terenyuh dengan ucapan anakku, terbayang puluhan tahun lalu. Dan Aku tak berniat mengulang sejarah, saat ini anak SD sudah harus menulis dengan ballpoint, dan anakku hanya dua, berbeda dengan Bapak dulu yang harus mengatur roda perekonomian keluarga dengan 12 orang anak yang semuanya sekolah. Bapak adalah seorang purnawirawan dan mengisi masa pensiunannya dengan menjadi seorang satpam di sebuah bank swasta. Buat Bapak, meski berat pendidikan buat anak anaknya adalah di atas segalanya.
Aku : " kalau buku tulis aja, bunda masih sanggup beliin kok mas, ngapain pake nyobek buku gitu"
Javir : " Bund, bahan kertas terbuat dari apa? "
Aku : " Pohon mas , kenapa ? "
Javir : " Bunda tahu...Bahan kayu yang umumnya digunakan untuk membuat kertas adalah pohon papyrus, mulberry dan pinus. Nah, Satu batang pohon umumnya dapat menghasilkan sekitar 5 rim kertas. Coba bunda bayangkan, berapa rim kertas yang dibutuhkan untuk pembuatan buku tulis di bumi ini. Dan berapa pohon yang harus ditebang setiap harinya. Sedangkan satu pohon baru bisa digunakan setelah usianya 5 tahun. Makin Kita hemat kertas, Kita bisa menyelamatkan banyak pohon. Dan menyelamatkan hutan agar tidak terjadi global warming ".
Aku terpana dengan penjelasan anakku, darimana Dia dapatkan info sedetail itu? pelajaran di sekolahkah ?. Pasti bukan eyang kakungnya yang mengajari arti hemat atau irit, karena saat Dia lahir eyang kakungnya telah berpulang. Hemat kertas bukan hanya berbicara soal uang tapi juga tentang lingkungan dan alam yang makin rusak akibat banyaknya penebangan hutan secara liar.
Aku : " Emmm.. mas Javir kok tahu tentang itu semua, diajari bu guru ya ?"
Javir : " Kalau soal kertas terbuat dari pohon iya, tapi yang lainnya kan Bunda yang ngajarin"
Aku : " Mosok sih mas ?, perasaan Bunda gak pernah ngajarin soal berapa rim kertas dari 1 pohon "
Javir : " Bunda memang gak pernah ngajarin secara langsung, tapi Aku membaca dari artikel yang Bunda tulis tentang penghematan kertas di website tempat Bunda kerja ".
Kembali Aku merasa malu, apa yang kutulis di web tempatku bekerja, ternyata tak semuanya telah Aku ajarkan secara langsung pada anak anakku.
Percakapan sore ini membuka wacana baru soal irit tapi bukan pelit, berbeda dimensi pengertian antar generasi.
Hemat kertas bukan hanya berbicara soal bagaimana membenamkan isi catatan pelajaran di kepala, juga bukan hanya bicara soal pengiritan pengeluaran uang.
Tapi saat ini telah berubah menjadi bagaimana Kita menjaga lingkungan dan alam semesta ini, tidak menebang pohon di hutan secara liar karena dampak global warming semakin terlihat. Banjir, cuaca tak menentu dan lain lain.
Maka, mari Kita ikuti irit tapi bukan pelit dalam segala hal.
Tulisan Irit Tapi Bukan Pelit ini diikutsertakan pada
Giveaway Irit tapi Bukan Pelit yang diadakan oleh Kakaakin
14 comments:
yap betul itu, kertas memang perlu dihemat.
Saya jadi malu juga, karena masih sering pake (banyak) kertas tisu :(
TErima kasih sudah ikutan GA Irit tapi Bukan Pelit. Sudah tercatat sebagai peserta.
Masih gak hemat pakai tisu :(
Lagi jalan-jalan di blognya Mak Enny.
Good luck for Srikandi Blogger 2014 ya :)
@Riski Fitriasari , Hemat kertas dan tisu hemat pohon..
@Kakaakin, terima kasih
@Sary Melati, thanx kunjungannya. Tissue bisa diganti pake lap x yaa..:)
Lomba nulis itu seharusnya nggak pake kertas juga ya mak, kan sudah ada email. Naskah buku aja sekarang sudah pake email, menghemat banyak banget, nggak terbuang di coret2 editor
jamanku masih pake pensil lho mbak'e nulisnya..
berarti aku bukan termasuk anak jaman sekarang dong ya?
gimana penak jamanku toh?
Mak Lusi, bener bgt. Tapi kayaknya kalo novel mendingan berupa buku ya daripada ebook..:)
EEh oomguru, pake pensil tuh jaman kolonial Orba,,hehe
Kebetulan saya juga seorang pecinta alam, waktu kuliah saya benar benar irit kertas
akhirnya, jarang ngerjakan tugas kuliah
:D
Yang ini gak boleh ditiru :D
Ya, saya sangat sependapat sekali dengan Javir. Menghemat bukan hanya soal uang dan uang. Hal ini juga menyatakan bahwa segala sikap yang dilakukan tak harus disikapi dengan gambaran dan bayang-bayang uang.
Kondisi di bumi semakin parah. Selayaknya, kita sebagai manusia berlaku bijak untuk menyikapinya. Bijak melakukan yang terbaik untuk bumi. Dimulai dari diri kita sendiri. Saya takjub dengan anak sekecil Javir yg sudah memahami ini semua. Salam saya untuk Javir ya Mbak :)
Terima kasih sudah berbagi di giveaway irit tapi bukan pelit :)
Salam,
@apikecil
@Imamboll...komentsrmu bikin ngakak, etapi sudah lulus dengan nilai memuaskankah ?..:)
@Apikecil, benar sekali . Mungkin kelak uangpun tak kan sanggup membeli keramahan bumi yang marah karena manusia yg tak bijak memeliharany. Salam tuk Javir,sudah tersampaikan mbak. Tks..:)
Post a Comment