Siapa yang tak mengenal kisah Mahabarata yang
hampir tiap hari tayang di televisi?, jangan tanyakan lagi, semua akan tunjuk
tangan dan hapal siapa saja aktor India yang bermain di dalamya. Mungkin hanya
sayalah yang tak pernah sekalipun mengikuti jalan cerita dan kehebohannya.
Entahlah mengapa saya tak pernah tertarik untuk menontonnya. Bagi saya lebih
menarik ketika menyaksikan wayang kulitnya ketimbang drama berserinya dengan
pelakon wajah wajah yang membuat hati saya...ah entahlah, saya tak mampu
menjabarkannya.
Sepiring gado gado
" Mahabarata " tersaji di depan mata. Pada sebuah keluarga saudara
ketika saya sedang berkunjung dan menginap di rumahnya. Ada anak, cucu, menantu
berkumpul di depan televisi menanti dengan sabar tayangan ini muncul. Dengan
komentar yang beraneka ragam. Kira kira kejutan apa yang akan terjadi di
episode kali ini. Datar datar sajakah atau mampu membawa para pecintanya hingga
terbuai ke alam mimpi. Apalagi konon
yang menjadi Krisna...bikin para wanita Indonesia tergila gila.
Ketika saya tanyakan pada kakak perempuan saya, apa yang membuatnya begitu suka dengan tayangan ini.
Jawabnya cukup
mengejutkan.
"Aku cuma suka sama
kostum orang India di serial drama ini, gak bosen liatnya"
Whats? cuma itu?
"Ya iyalah, ceritanya
aku sudah hapal, dari kecil sama alm. Bapak kan sudah sering dicekoki dengan
kisah Mahabarata versi wayang kulit yang
ada di radio"
Di seberang, keponakanku
nyeletuk
"Aduuh Te, mbok ya
liat tuuuh tampang tampang pemain PAndawa limanya, gak ada yang buruk rupa.
Ganteng ganteng bikin rindu."
Dan suaminya hanya bisa
nyengir.
cucu kakak perempuanku
berteriak interupsi.
"Huusssh, tolong
diem semua . sudah mulai main nih"
"Mang kamu ngerti
ceritanya...?" godaku
"Ngerti dikit eyang
putri, aku cuma suka dengerin lagunya"
Kakak perempuanku
bilang, cucu cucunya gak akan berangkat tidur sebelum mendengarkan lagu pembuka
Mahabarata. Dan suaminya akan terus berbicara bak politikus usai mengikuti trik
politiknya Sengkuni. Berdebat dengan anak dan menantunya esok pagi. Tokoh
Mahabarata memang sangat kuat per individunya. Kisah ini sarat dengan filosofi
kehidupan dan berkebangsaan.
Sungguh inilah fenomenal
drama berseri yang mampu mengumpulkan sebuah keluarga setelah aktifitas
seharian yang kadang menjemukan. Sepiring gado gado kisah yang tak bosan dan
sehat untuk dikonsumsi.
Memiliki idola masing
masing dalam setiap tokohnya. Tentu saja pendawa lima kesukaan anak anak dan
para wanita dan Dewi Drupadi idola para ibu dan bapak.
Teringat berpuluh tahun
yang lalu kisah mahabarata versi wayang kulit yang terdengar dari radio
transistor
Bapak, episode saat
Drupadi jadi teruhan judi Yudhistira dan Dursasana. Dursasana yang memenangkan
taruhan, namun pertolongan dewa ada dipihak Drupadi. Kain pembungkus tubuhnya
tak pernah terlepas sehelai benangpun, hingga Dursasana terkapar frustasi tanpa
pernah sempat menuntaskan birahinya. Saya jadi berandai andai. Andai jaman
sekarang pertolongan itu selalu ada dari yang maha kuasa untuk wanita di dunia
ini yang sedang terancam kehormatannya .
Benang merah kisah ini
menurut saya ada pada tokoh sengkuni, personafikasi manusia yang penuh
kelicikan, culas, penuh kebusukan. Pintar dan banyak akal, tapi digunakannya
untuk memfitnah, mencelakakan dan menghasut orang lain. Saya kagum dengan tipe
manusia macam ini, meski tak setuju dengan banyak akal yang digunakan untuk
membuat kegaduhan dan huru hara . Saya kagum pada kelicikan sengkuni, karena
saya selama jadi manusia tak pernah bisa sekalipun banyak akal untuk
mengalahkan lawan.
Berkat kehebatannya
dalam memfitnah dan sifat oportunis sengkuni perang baratayuda pun terjadi.
Apa yang bisa dipetik
dari kisah perang baratayuda dalam Mahabarata? benarkah kehancuran musuh atau
Kurawa akan lebih baik ketimbang mereka semua dibiarkan tersisa di jagad
mahabarata?. Pendapat saya seperti pendapat Dewi Gendari yang kehilangan
putranya. Harusnya tak perlu terjadi perang Baratayudha, harusnya pandawa mampu
membuat kurawa sadar tak berlarut larut dalam perbuatan semena mena. Kurawa
binasa dan akhirnya pandawapun hanya tersisa pandawa sendiri dan satu cucunya,
parikesit.
Tapi sudahlah, menurut
saya kemenangan ini bukanlah kemenangan pandawa, tapi kebaikan selalu
mengalahkan keburukan. Semua tak akan berjalan tanpa kehendak yang maha kuasa.
6 comments:
Kebetulan saya, suami dan anak2 ga suka nonton tipi, hanya eyangnya yg suka nonton Mahabarata. Dan bener banget, kisah Mahabarata sudah melekat banget di memori krn sejak kecil sudah baca ttg ini di buku2nya RA Kosasih.
Sengkuni itu bukan benang merah ya klo mnrt saya. Dia itu mewakili sisi buruk di jiwa manusia. Buruk seburuk-buruknya. Akan ada memang orang yg spt itu. Itulah kenapa di akhir cerita dia mati dengan mulut dirobek (versi RA Kosasih), karena dari mulutnya lah itu segala kejahatan berasal. Pas banget diterapkan utk sehari2 kita, dimana kita harus berhati2 dg mulut kita ;)
Di film itu Pandawa masih selamat semua ya Mba? Klo di buku sih begitu hihiiii... Perlambang kebaikan akan selalu bisa bertahan menghadapi keburukan / kejahatan.
Aihh, senangnya dikunjungi mak Uniek. Matur nuwun koreksinya. Sengkuni memang manusia seburuk buruknya jiwa manusia. Tapi entahlah , dulu tiap kali liat wayang kulit saya selalu menunggu gebrakan politik adu domba apalagi yang akan dia sodorkan.
Dan saya selalu terkesima,kok ada manusia macam itu, sampai detik inipun ada.
Betul sekali Mbak... berkat kisah Mahabrata mampu mengembalikan quality time antara aku dan suami... Biasanya sambil nonton Mahabrata ada saja perbincangan lain yang terselip seputar kisah keseharian kami...
Menyaksikan Mahabarata, pelajaran pentingnya adalah: semangat untuk selalu berbuat baik penting dimiliki oleh setiap kita. Sungguh, kebaikan akan mendapatkan kebahagiaan. Betapa pun sering tak mudah dalam meraihnya.
Mbak Rita Asmaraningsih. Saya juga setuju itu. Memperbincangkan sesuatu sebelum tidur dengan pasangan, juga cara jitu utk terus memupuk komunikasa 2 arah..
Semoga kita bisa terus istiqamah dalan kebaikan. Terima kasih atas kunjungan ustz. Azzett..:)
Post a Comment