Friday, February 27, 2015

Merindukan Kembali



Waktu terus bergulir, kesibukan tlah membawa kita pada masa melihat anak anak kita menjadi tumbuh dewasa. Apakah ada yang terlewatkan oleh kita saat mereka tumbuh dan berkembang?. Apalagi bagi kita , seorang ibu yang hampir melewatkan separuh hidupnya untuk bekerja mecari nafkah. Saya merasakannya, meski anak anak saya masih relatif ABG, saya merasakan kehilangan momen seperti dulu ketika saya belum menghabiskan waktu di luar rumah, momen saat mereka pulang sekolah dengan segudang cerita. Momen ketika mereka lelah dan bergelayut di pundak serta tertidur di pangkuan saya.

Seperti ketika menuliskan postingan ini, ingatan saya berjalan ke hampir sepuluh tahun lalu. Ketika dua buah hati saya pulang dari TPQ dari masjid dekat rumah di senja hari, dari dalam rumah saya mendengar teriakan mereka berlomba lari siapa yang lebih dulu sampai rumah, grabyak grubyuk mereka membuka pagar yang hampir reyot sambil mengucapkan salam dengan keras. Lalu memanggil saya, ibunya dengan suara kerinduan anak anak.
My beloved when their childhood
Selalu..ya selalu, sayalah yang mereka cari sepulang dari kemanapun mereka pergi atau bermain. Lalu saling beradu ceritpintu kamar, bila mereka tak melihatku tepat di depan pintu rumah saat mereka pulang, maka suara "Bundaaa..." akan terdengar seantero rumah. Semua pintu di buka, tiap kolong tempat tidur ditengok, bahkan almaripun dibukanya. Ini hiburan tersendiri bagi saya, menahan tawa dari balik pintu, dan bila mereka menemukanku,mereka akan segera memelukku erat dengan kerinduan sangat.

Ah...sebagai seorang ibu, saya merindukan itu semua. Bertemu di malam hari saat kami semua sudah lelah, dan sibuk dengan urusan masing masing di kamar. PR sekolah dan tugas yang menumpuk. Berbicara jadi seperlunya, tak ada lagi crita crta dan bermanja. Sebagian ibu akan mengatakan waktu berkualitas lebih penting daripada kuwantitas. Percayalah, semua itu tak akan mampu mengulang rasa yang pernah ada mengingat masa kecil mereka, yang sering merepotkan kita dengan pekerjaan rumah yang hampir tak ada habisnya untuk melayani mereka.

Teringat puisi seorang ibu yang jauh di sana,

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembałi
Saat buah hatimu terus membututi
Dan tak ingin engkau pergi
Sementara tumpukan piring kotor menanti untuk dicuci

Percayalah... kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika buah hatimu ditahan di tangan kiri
Karena menangis tak mau ditinggal sendiri
Sementara tangan kananmu memegang kuali

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika kau sibuk penuhi kebutuhan asi
Berbaring memeluk diatas dipan yang tak pernah rapi
Sementara buah hati lainnya berteriak dari kamar mandi
Meminta bantuanmu untuk bersuci

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika kau tak bisa membaca dengan penuh konsentrasi
Karena tangan kecil menarik memintamu menemani
bermain masak-masakan atau kereta api

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembali
Pakaian kotor yang menggunung menantimu membilas kembali
yang diwarnai beragam noda hasil kreasi
Sementara kesibukan menyusui
Membuatmu sulit sekedar untuk nyalakan mesin cuci

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika meja makan selalu dihiasi
Tumpahan susu dan remahan roti
Atau nasi yang berserak setiap hari
Sementara semut terlanjur menghampiri
Sebelum sempat kau bersihkan kembali

Percayalah..... kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika menyusul si kecil yang kabur berlari
Menyusuri jalan keluar dari garasi
Sementara masakanmu menghitam dibakar api

Percayalah.... kelak engkau akan merindukan kembali
Alas kasur yang khas berbau air seni
Buka tutup popok yang diganti berkali-kali
Sementara hujan terus menerus membasahi

Kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika satu persatu merantau pergi
Jalani masa depan membentuk jati diri
Dan ketika kelak mereka menjadi suami atau istri

Karena kelak engkau akan merindukan kembali
Jangan hiasi masa ini dengan amarahmu yang akan terekam dalam memori
Karena kelak engkau akan merindukan kembali
Jangan lewati masa ini dengan luapan emosi
Yang kelak hanya dapat kau sesali
Karena kelak engkau akan merindukan kembali
Jangan biarkan sosok lain menempati posisi yang lebih berarti
Karena dimasa ini engkau lewati dengan kesibukan diri sendiri

Percayalah.... masa-masa seperti ini akan berganti sebentar lagi
Dengan kerepotan yang lebih banyak pada urusan pikiran dan hati

Benar, tiba saatnya kini bukan hanya tenaga yang terkuras habis dalam membesarkan dan membimbing ke dua anak saya. Tapi juga pikiran dan hati. Masa pubertas dengan berbagai problematikanya harus saya hadapi dan pecahkan sendiri. Perjuangan belumlah usai, terus menata diri dan keluarga. Tak berputus asa mencoba mendekati dan mengerti juga paham posisi. Mana waktu yang tepat berposisi sebagai seorang ibu dan kapan waktu yang tepat sebagai seorang sahabat dan teman.
Terus belajar to be a partner, tanpa harus kehilangan momen.








8 comments:

Hilda Ikka said...

Bismillah.. bisa kok jadi ibu yang baik selama mengusahakan yang terbaik. :) Salam kenal ya Mak :)

Akhmad Muhaimin Azzet said...

Iya, Mbak, terus belajar dan semangat selalu. Mendidik dan mendampingi anak memang seni tersendiri yang luar biasa.

Mugniar said...

Terharu membacanya Mbak. Terima kasih sudah mengingatkan.
Baru satu anak saya yang ABG, yang duanya masih kecil. Masih rempong2nya setiap hari, masih sering saya mengomel. Tapi setelah membaca ini, saya mau berusaha untuk lebih menahan diri lagi. Dan menikmati betapa ketiga anak saya masih begitu membutuhkan saya untuk mencereweti mereka setiap harinya :')

Unknown said...

Salam kenal balik mbak Hilda, thanx udah BW ke rumah ke 2ku

Unknown said...

Jadi pingin tahu juga, bagaimana seni ustadz menghadapi buah hatinya...:)

Unknown said...

Manta mbak Mugniar, semoga kita tak pernah kehabisa energi dalam menghadapi buah hati...

Unknown said...

Jadi pingin tahu juga, bagaimana seni ustadz menghadapi buah hatinya...:)

Unknown said...

Salam kenal balik mbak Hilda, thanx udah BW ke rumah ke 2ku