Waktu terus
bergulir, kesibukan tlah membawa kita pada masa melihat anak anak kita menjadi
tumbuh dewasa. Apakah ada yang terlewatkan oleh kita saat mereka tumbuh dan
berkembang?. Apalagi bagi kita , seorang ibu yang hampir melewatkan separuh
hidupnya untuk bekerja mecari nafkah. Saya merasakannya, meski anak anak saya
masih relatif ABG, saya merasakan kehilangan momen seperti dulu ketika saya
belum menghabiskan waktu di luar rumah, momen saat mereka pulang sekolah dengan
segudang cerita. Momen ketika mereka lelah dan bergelayut di pundak serta
tertidur di pangkuan saya.
Seperti ketika
menuliskan postingan ini, ingatan saya berjalan ke hampir sepuluh tahun lalu.
Ketika dua buah hati saya pulang dari TPQ dari masjid dekat rumah di senja
hari, dari dalam rumah saya mendengar teriakan mereka berlomba lari siapa yang
lebih dulu sampai rumah, grabyak grubyuk mereka membuka pagar yang hampir reyot
sambil mengucapkan salam dengan keras. Lalu memanggil saya, ibunya dengan suara
kerinduan anak anak.
My beloved when their childhood
Selalu..ya selalu,
sayalah yang mereka cari sepulang dari kemanapun mereka pergi atau bermain.
Lalu saling beradu ceritpintu kamar, bila mereka tak melihatku tepat di depan
pintu rumah saat mereka pulang, maka suara "Bundaaa..." akan
terdengar seantero rumah. Semua pintu di buka, tiap kolong tempat tidur
ditengok, bahkan almaripun dibukanya. Ini hiburan tersendiri bagi saya, menahan
tawa dari balik pintu, dan bila mereka menemukanku,mereka akan segera memelukku
erat dengan kerinduan sangat.
Ah...sebagai
seorang ibu, saya merindukan itu semua. Bertemu di malam hari saat kami semua
sudah lelah, dan sibuk dengan urusan masing masing di kamar. PR sekolah dan
tugas yang menumpuk. Berbicara jadi seperlunya, tak ada lagi crita crta dan
bermanja. Sebagian ibu akan mengatakan waktu berkualitas lebih penting daripada
kuwantitas. Percayalah, semua itu tak akan mampu mengulang rasa yang pernah ada
mengingat masa kecil mereka, yang sering merepotkan kita dengan pekerjaan rumah
yang hampir tak ada habisnya untuk melayani mereka.
Teringat puisi
seorang ibu yang jauh di sana,
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembałi
Saat buah hatimu
terus membututi
Dan tak ingin
engkau pergi
Sementara tumpukan
piring kotor menanti untuk dicuci
Percayalah...
kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika buah hatimu
ditahan di tangan kiri
Karena menangis
tak mau ditinggal sendiri
Sementara tangan
kananmu memegang kuali
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika kau sibuk
penuhi kebutuhan asi
Berbaring memeluk
diatas dipan yang tak pernah rapi
Sementara buah
hati lainnya berteriak dari kamar mandi
Meminta bantuanmu
untuk bersuci
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika kau tak
bisa membaca dengan penuh konsentrasi
Karena tangan
kecil menarik memintamu menemani
bermain
masak-masakan atau kereta api
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembali
Pakaian kotor yang
menggunung menantimu membilas kembali
yang diwarnai
beragam noda hasil kreasi
Sementara
kesibukan menyusui
Membuatmu sulit
sekedar untuk nyalakan mesin cuci
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika meja makan
selalu dihiasi
Tumpahan susu dan
remahan roti
Atau nasi yang
berserak setiap hari
Sementara semut
terlanjur menghampiri
Sebelum sempat kau
bersihkan kembali
Percayalah.....
kelak engkau akan merindukan kembali
Ketika menyusul si
kecil yang kabur berlari
Menyusuri jalan
keluar dari garasi
Sementara
masakanmu menghitam dibakar api
Percayalah....
kelak engkau akan merindukan kembali
Alas kasur yang
khas berbau air seni
Buka tutup popok
yang diganti berkali-kali
Sementara hujan
terus menerus membasahi
Kelak engkau akan
merindukan kembali
Ketika satu
persatu merantau pergi
Jalani masa depan
membentuk jati diri
Dan ketika kelak
mereka menjadi suami atau istri
Karena kelak
engkau akan merindukan kembali
Jangan hiasi masa
ini dengan amarahmu yang akan terekam dalam memori
Karena kelak
engkau akan merindukan kembali
Jangan lewati masa
ini dengan luapan emosi
Yang kelak hanya
dapat kau sesali
Karena kelak
engkau akan merindukan kembali
Jangan biarkan
sosok lain menempati posisi yang lebih berarti
Karena dimasa ini
engkau lewati dengan kesibukan diri sendiri
Percayalah....
masa-masa seperti ini akan berganti sebentar lagi
Dengan kerepotan
yang lebih banyak pada urusan pikiran dan hati
Benar, tiba
saatnya kini bukan hanya tenaga yang terkuras habis dalam membesarkan dan
membimbing ke dua anak saya. Tapi juga pikiran dan hati. Masa pubertas dengan
berbagai problematikanya harus saya hadapi dan pecahkan sendiri. Perjuangan
belumlah usai, terus menata diri dan keluarga. Tak berputus asa mencoba
mendekati dan mengerti juga paham posisi. Mana waktu yang tepat berposisi
sebagai seorang ibu dan kapan waktu yang tepat sebagai seorang sahabat dan
teman.
Terus belajar to
be a partner, tanpa harus kehilangan momen.
8 comments:
Bismillah.. bisa kok jadi ibu yang baik selama mengusahakan yang terbaik. :) Salam kenal ya Mak :)
Iya, Mbak, terus belajar dan semangat selalu. Mendidik dan mendampingi anak memang seni tersendiri yang luar biasa.
Terharu membacanya Mbak. Terima kasih sudah mengingatkan.
Baru satu anak saya yang ABG, yang duanya masih kecil. Masih rempong2nya setiap hari, masih sering saya mengomel. Tapi setelah membaca ini, saya mau berusaha untuk lebih menahan diri lagi. Dan menikmati betapa ketiga anak saya masih begitu membutuhkan saya untuk mencereweti mereka setiap harinya :')
Salam kenal balik mbak Hilda, thanx udah BW ke rumah ke 2ku
Jadi pingin tahu juga, bagaimana seni ustadz menghadapi buah hatinya...:)
Manta mbak Mugniar, semoga kita tak pernah kehabisa energi dalam menghadapi buah hati...
Jadi pingin tahu juga, bagaimana seni ustadz menghadapi buah hatinya...:)
Salam kenal balik mbak Hilda, thanx udah BW ke rumah ke 2ku
Post a Comment