Saturday, November 19, 2016

Tips Mengajarkan Toleransi Pada Anak Sejak Dini




Baru tahu kalau ternyata ada hari toleransi internasional. Dan, 16 November is international day for tolerance.  Indonesia terkenal dengan keberagaman budaya, suku dan agama. Dan saya bangga terlahir di negeri yang indah dan masyarakat yang majemuk ini. Bhineka tunggal ika tetap harus bersemayam di hati dan dihormati, NKRI juga harga mati. Sok nasionalis banget ya, tapi memang itulah yang harus kita lakukan untuk tetap menumbuhkan rasa toleran dalam diri kita. Menghargai kebhineka tunggal ika negeri ini. Meskipun berita tentang krisisnya rasa toleransi akhir akhir ini membuat kita prihatin, jangan patah arang untuk terus menyerukan toleransi demi kedamaian negara tercinta kita.

Dulu, semasa jaman sekolahada pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) yang mengajarkan bagaimana kita toleransi atas adanya perbedaan di sekitar kita. Kami, menjalani inti dari pelajaran PMP dalam kehidupan sehari hari. Semua serba otomatis. Saya tak tinggal dalam linglkungan mayoritas atau minoritas. Lingkungan majemuk, memberikan rasa kaya akan banyak pengalaman dan kehidupan. Di gang sempit tempat saya tinggal, ada yang beragama islam (Paling banya), Hindu, Budha, dan Kristen. Ada orang BAli, Ambon, Sumatra, Jawa (mayoritas), Madura, bahkan Cina. 

Kami saling menghargai dan menghormati. Kami melakukan hal yang sama satu sama lain. Contohnya, apabila ada kerja bakti dalam lingkungan RT semua berpartisipasi, tak hanya bapak bapak tapi juga para ibu yang menyiapkan sekedar kopi dan kue untuk para pekerja bakti yang tak hanya bapak bapak tapi juga para karang taruna. Saya melihatnya begitu indah, tak ada sekat dan perbedaan. NAmun, saat ini semua bergesar. Orang begitu mudah tersulut dengan isu SARA. Perbedaan seharusnya menjadi begitu indah, sekarang menjadi begitu muram. Bukan hanya perbedaan soal suku agama dan ras tapi juga perbedaan atas sebuah pendapat. KArena kebanyakan orang sekarang selalu merasa saling benar tanpa mau duduk bersama untuk saling mendengar. Fungsi telinga sebagai alat mendengar seringkali terlupakan. Hanya emosi yang dikedepankan.




 Mengajarkan toleransi sejak dini

Bagaimana kita mengajarkan perbedaan pada anak anak kita sejak usia dini tanpa menjejalinya dengan kata mereka harus begini dan harus begitu.

1. Berikan contoh melalui perbuatan less talk do more pada perbedaan agama

Sewaktu kecil, ketika hari raya idul fitri tiba, usai sholat ied,  ibu dan bapak saya selalu mengajak kami berkeliling kampung untuk saling berkinjung meminta maaf pada para tetangga sebelum kami beranjang sana pada sanak saudara. Kami juga saling berkirim makanan khas hari raya, yaitu ketupat dan opor atau nasi kuning beserta teman temannya. Umat kristen, Hindu dan Budhapun mengunjungi rumah penduduk yang tengah merayakan hari raya iedul fitri. Mengucapkan selamat , memohon maaf dan duduk mencicipi hidangan lebaran. Ramai sekali suasana kampung kami. Indah dan damai. Begitupun ketika umat kristen merayakan hari natal, atau agama lain merayakan hari raya mereka. Kami umat islam berkunjung ke rumah mereka, dari rumah ke rumah. Jadi hari raya umat beragama, merupakan hari yang indah bagi kami anak anak kecil waktu itu. Kampung kami akan meriah dan makanan juga berlimpah untuk dicicipi.

Budaya dimasa kecil di atas saya terapkan pada kedua anak saya. Saya ajak mereka mengunjungi tetangga dan sanak saudara yang berbeda agama dan suku. Perbedaan agama dan suku tak menjadikan kami membentuk sekat. Saya tanamkan dalam pemikiran mereka, agama adalah pemahaman bukan pembatas. Bergaulah dengan banyak orang, agar kita kaya akan keberagaman. Namun tetap menanamkan keimanan dan akidah atas agama yang kita anut harus kita tanamkan lebih kuat. Semua bermula dari rumah, dari orang tua.

2. Tak ada anak yang dilahirkan  untuk membenci atau intolerance

Anak anak terlahir putih dengan kesucian, hitam atau putihnya kelak kita sebagai orang tua ikut berperan besar di dalamnya. Mengajarkannya untuk menghargai perbedaan pendapat melalui hal hal kecil bisa kita lakukan dalam keseharian. Perlunya pendampingan, komunikasi dan pengertian ala anak anak untuk lebih mengoptimalkan makna menghargai perbedaan.

Misalnya :




- Anak kita menyukai mobil merk A dan temannya lebih menyukai merk B. Kita bisa menjelaskan bahwa, perbedaan akan kesukaan tak harus saling merasa bahwa kesukaannya lebih baik dari temannya. Karena kedua merk mobil memiliki keistimewaan sendiri sendiri. Dan memeiliki persamaan fungsi untuk membuat yang memiliki merasa  bahagia. 
- Anak kita lebih menyukai film disney sedangkan temannya lebih menyukai film nickelodeon. Tak perlu memperdebatkan perbedaan kecil. Masing masing film memiliki jenis cerita dan karakter sendiri. Tak perlu saling mengolok olok untuk perbedaan kecil tersebut. Karena kedua jenis film tersebut sama sama bisa membuat penontonnya tertawa dan membawa imajinasi positif. 
Jadi, lebih baik saling mencoba menyukai perbedaan agar kita menjadi kaya akan pengetahuan dari sebuah perbedaan.

3. Berbeda beda tetapi tetap satu Bhineka Tunggal Ika

- Bhineka tunggal ika dalam keluarga
Indonesia kaya akan kebudayaan. Dari ujung timur sampai ujung barat, memiliki keberagaman adat dan budaya. Tiap daerah memiliki bahasa dan dialek yang beraneka ragam. Tiap  daerah memiliki kecintaan dan kebanggan akan adat, budaya dan bahasanya. Dan sebagai bangsa yang majemuk dengan keberagamannya, hendaknya ini menjadikan kita bangsa yang memiliki toleransi tinggi. Tak merasa diri paling baik dan paling mulia sebagai manusia. Karena di mata Tuhan kita adalah sama, tak peduli dari daerah mana kita berasal. Yang penting adalah bagaimana kita menjalani hidup sebagai sebaik baiknya manusia.

Dan kebetulan sekali, keluarga besar saya adalah keluarga bhinneka tunggal ika. Nenek moyang kami dari Tionghoa, beragama tak hanya muslim tapi juga kristen. Mendapatkan jodoh dari berbagai suku, mulai dari Jawa, Madura, Sumatera, Kalimantan, Ambon hingga Sulawesi. Ada juga yang akhirnya juga mendapat jodoh dari Tionghoa. Dari lingkungan keluargalah, saya mengajari makna toleransi akan ras dan budaya. Kulit kami berbeda beda, dialek kami juga berbeda. Namun perbedaan itu menjadi begitu indah ketika kami berkumpul bersama keluarga. Bergotong royong ketika salah satu keluarga sedang punya acara atau hajatan. Saling menolong ketika salah satu dari keluarga kami sedang kesusahan.

Keluarga adalah ibarat tubuh kita sendiri. Ketika salah satu dari tubuh kita tersakiti, maka bagian tubuh yang lain juga akan merasakan sakit. Demikian pula dalam sebuah keluarga. Senang susah kita akan ikut merasakannya.


Kami orang Jawa, tapi kami senang berbaju suku Dayak Kalimantan
- Bhineka tunggal ika dalam lingkungan di luar keluarga
Ketika anak kita sekolah dan masih duduk di taman kanak kanak, pasti sudah diperkenalkan dengan keberagaman adat dan budaya bangsa kita bukan?, biasanya perkenalan ini melalui sebuah acara karnaval untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Dari sini kita bisa memperkenalkan kebudayaan dan rasa cinta pada tanah air. Toleransi  untuk saling menghormati dan saling menyayangi. Indahnya kebersamaan ketika berjalan bersama saling bergandengan dan menjaga ketika mereka berjalan beriringan dalam sebuah karnaval. Kita bisa memakai baju tiap daerah tanpa perlu kita harus berasal dari daerah mana kita berasal dan dilahirkan.

Rasa saling menyayangi dan saling menghormati adalah wujud sebuah toleransi. Jangan pernah kita merasa kita lebih mulia dari manusia lain. Berbeda pendapat tak harus terus menerus berdebat. Karena dengan perbedaan membuat hidup kita lebih berwarna.









 









2 comments:

Yuni Handono said...

Bener banget mbak, kita hendaknya mengajarkan toleransi kepada anak sejak dini, agar mereka tahu bahwa perbedaan itu bukan untuk dijauhi atau dimusuhi, akan tetapi harus dihargai. Bukannya menghargai perbedaan itu akan menciptakan toleransi dan mempererat kekeluargaan?

Helenamantra said...

Setuju, perlu diajarkan toleransi sejak dini melalui contoh nyata perilaku orang tua. Menghargai perbedaan orang lain boleh aja tapi ada batasnya. Kalau udah urusan prinsip seperti agama ya bagiku agamaku, bagimu agamamu.

Btw udah ku follow blog-nya ya